Seorang pemuda desa kuat iman, sampai saat mau meninggal di usia 76 tahun, masih perjaka asli.
Dia pun ingin tulisan di batu nisan sebagai berikut: “Aku lahir perjaka, muda perjaka, tua perjaka, dan mati juga masih perjaka.”
Tukang batu nisan bingung karena tulisannya kepanjangan. Akhirnya ia menulis di batu nisan itu sebagai berikut: “Belum tahu surga dunia”.
29 Juni 2009
Perjaka Ting ting
Posted by
sudyatmika
at
00.35
0
comments
Labels: Senyum
28 Juni 2009
Dasar Keledai pandai!
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah.Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah !
(Di kutip dari Milis Blackberry Jatim)
Posted by
sudyatmika
at
23.49
0
comments
Labels: Cahaya hidup
Nasib Vs Takdir
Sebagian orang begitu yakin dengan 'nasib' buruknya, atau 'takdir' nya untuk tidak sukses atau tidak berhasil di bidangnya. Apalagi seolah kalau kita melakukan sesuatu untuk lebih berhasil,lebih bahagia atau lebih sukses dari kondisi kita sekarang, berarti kita 'melawan' takdir atau nasib tadi. Lebih menarik lagi, beberapa orang merasa tidak menginginkan hal-hal lebih baik untuk dirinya, karena menurut mereka 'takdir' nya adalah apa yang sedang mereka jalani dan nikmati sekarang. Bahkan, walau sejarah sudah membuktikan berkali-kali betapa orang-orang tertentu melewati batas normal dan menghasilkan yang luar biasa sekalipun, mereka hanya sampai batas kagum, dan bergumam, "Itu memang sudah 'takdir’nya!"
Coba tanyakan pada diri anda sendiri..Darimana anda tahu bahwa itu 'takdir' anda? Bagaimana anda sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah 'nasib' anda? Bagaimana pula anda yakin mengenai takdir orang lain?
Oke..saya akan ajak anda melihat beberapa kemungkinan….
1. Saya sudah berusaha berkali-kali, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: sudah takdir saya untuk 'tetap' begini.
2. Saya sudah menjalankan beberapa inisiatif, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: saya sudah coba 'semua' cara tapi keadaan tidak berubah, saya sudah ditakdirkan begini.
3. Saya sudah melihat beberapa orang dalam jangkauan peta realita saya yang mirip status atau latar belakang dengan saya, yang tidak berhasil atau ber-'nasib' buruk. Generalisasi sederhana: mereka juga tidak berhasil, saya tidak lebih baik dari mereka!
4. Saya melihat atau mendengarkan betapa di luar sana persaingan dan kompetisi di konteks yang saya geluti semakin sempit dan terlalu banyak orang yang bermain di lapangan yang sama. Generalisasi mudah: saya tidak lebih baik dari mereka yang bersaing, mana mungkin ada kesempatan untuk saya?
5. ...........Anda bisa mengisi sendiri dengan asumsi Anda mengenai kemungkinan lain.
Nah, yang menarik, dari hal-hal di atas, walaupun menyangkut asumsi 'nasib' atau 'takdir', ternyata bentuknya adalah GENERALISASI dari apa yang dilihat, didengar, dialami. Tentu saja, tidak ada satupun kita yang benar-benar mendapatkan 'bisikan' dari Tuhan bahwa 'nasib' atau 'takdir' kita sudah demikian? Tentu saja tidak satupun dari kita 'berbincang-bincang' dengan Tuhan lalu mendapatkan penjelasan langsung dari Tuhan tentang apa yang menjadi 'nasib' kita, bukan? Kita hanya menyimpulkan saja! Kita hanya membuat kesimpulan berdasarkan jangkauan penginderaan kita saja, bahwa itu 'nasib' atau 'takdir' kita.Lalu, Darimana saya tahu 'nasib' saya sebenarnya?
Bagaimana saya tahu 'takdir' saya? Kalau memang saya percaya bahwa saya sudah hidup dalam garis yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, apakah ada cara untuk mengetahuinya?Apakah dari peramal nasib? Apakah dari guratan tangan? Apakah dari tanggal lahir? Apakah dari zodiac? Shio? Atau dari setiap langkah saya? Atau dari setiap kejadian yang saya alami?Atau, apakah saya boleh berasumsi hanya dari pengalaman dan perasaan saya saja? Dan sementara saya mau berasumsi, apakah saya diam, menunggu perkembangan 'nasib', atau saya boleh tetap melakukan sesuatu untuk mencari 'nasib' saya yang sebenarnya? Sampai di mana saya berhenti dan MEMUTUSKAN bahwa itu 'nasib' saya? Bagaimana saya tahu?
BETUL SEKALI manusia punya keterbatasan. Dan dalam terminologi lain, batasan ini bisa serupa dengan asumsi 'nasib' atau 'takdir'. Dan memang, sangat mungkin manusia punya batasan masing-masing atau 'nasib' atau 'takdir' masing-masing. Tapi tidak satupun dari kita yang tahu batasan tersebut. Kita tidak tahu secara pasti batasan kita atau 'nasib' atau 'takdir' kita masing-masing. Kita hanya berasumsi, kita hanya berpersepsi mengenai batasan tersebut, sebatas penginderaan kita saja. Sebatas penglihatan, pendengaran, pengalaman kita saja. Dan, kalau memang kita tidak tahu secara pasti batasan ini, bukankah menarik mencari tahu dengan terus mendaki, naik, berkembang, bertambah baik, pintar, mampu, dan seterusnya? Dan kadang malah mengejutkan diri kita sendiri dengan apa yang bisa kita capai?
Beberapa kita akhirnya berhenti melakukan apapun dan membuat kesimpulan atau asumsi final tentang 'nasib' kita, sementara beberapa tidak pernah berhenti 'mencari' dan terus melakukan apapun. Persamaannya: sama-sama tahu bahwa ada 'batasan' atau ada 'takdir' untuk setiap manusia. Perbedaannya: satu berhenti mencari, satu terus mencari. Ada persamaan satu lagi: di titik KEPUTUSAN tersebut, keduanya sama-sama MEMUTUSKAN mengenai 'batasan'-nya. Yang berhenti MEMUTUSKAN bahwa itulah batasan atau 'nasib' atau 'takdir'-nya, sedangkan yang terus mendaki MEMUTUSKAN bukan itu batasannya atau 'nasib'-nya tidak berhenti di situ.Anda yang mana? Sampai batas mana Anda bersedia terus berjalan? Sampai batas mana Anda bersedia memberikan segalanya?
Hidup ini adalah perjuangan untuk mencapai keberhasilan dan kebahagiaan, walau pada akhirnya Tuhan jualah yang menentukan, namun bukan berarti kita pasrah dan berdiam diri tampa berjuang namun ‘pasrah’ dalam arti menerima dengan lapang dada apapun hasilnya nanti yang kita peroleh sehingga kita tidak akan terpuruk terus dalam penyesalan dan kesedihan namun berintropeksi diri dan akan bangkit lagi mencari cara lain untuk menuju keberhasilan itu.
Posted by
sudyatmika
at
23.37
0
comments
Labels: Cahaya hidup
Yuk..Berguru pada Gitar
Posted by
sudyatmika
at
23.27
0
comments
Labels: Cahaya hidup
26 Juni 2009
PILIH GADIS MATEMATIS ATAU GADIS LOGIS?
Ada dua orang gadis, salah satu dari mereka caraberpikirnya MATEMATIS (M) dan yang lainnya caraberpikirnya mengandalkan LOGIKA ( L) . Mereka berduaberjalan pulang melewati jalan yang gelap, danjarak rumah mereka masih agak jauh. Setelah beberapalama mereka berjalan....
M : Apakah kamu juga memperhatikan, ada seorang priayang sedang berjalan mengikuti kita kira2 sejaktigapuluh delapan setengah menit yang lalu? Sayakhawatir dia bermaksud jelek.
L : Itu hal yang Logis. Dia ingin memperkosa kita.
M : Oh tidak, dengan kecepatan berjalan kita sepertiini, dalam waktu 15 menit dia akan berhasil menangkapkita. Apa yang harus kita lakukan.
L : Hanya ada 1 cara logis yg harus kita lakukan,yaitu berjalan lebih cepat.
M : Itu tidak banyak membantu, gimana nich.....
L : Tentu saja itu tidak membantu, Logikanya kalaukita berjalan lebih cepat dia juga akan mempercepatjalannya.
M : Lalu, apa yang harus kita lakukan? Dengankecepatan kita seperti ini dia akan berhasil menangkapkita dalam waktu dua setengah menit...
L : Hanya ada satu langkah Logis yang harus kitalakukan.. Kamu lewat jalan yang ke kiri dan aku lewatjalan yang kekanan. sehingga dia tidak bisa mengikutikita berdua dan hanya salah satu yang diikutiolehnya.
Setelah kedua gadis itu berpisah, ternyata Pria tadimengikuti langkah si gadis yang menggunakan logika(L ). Gadis matematis ( M) tiba di rumah lebih dulu dandia khawatir akan keselamatan sahabatnya. Tapi, tidakberapa lama kemudian, Ga dis Logika (L ) datang.
M : Oh terima kasih Tuhan.. Kamu tiba dengan selamat.Eh, gimana pengalamanmu diikuti oleh Pria tadi?
L : Setelah kita berpisah dia mengikuti aku terus.
M : Ya.. ya.. Tetapi apa yang terjadi kemudian dengankamu?
L : Sesuai dengan logika saya langsung lari sekuattenaga dan Pria itupun juga lari sekuat tenagamengejar saya.
M : Dan... dan..
L : Sesuai dengan logika dia berhasil mendekati sayadi tempat yang gelap...
M : Lalu.. Apa yang kamu lakukan?
L : Hanya ada satu hal logis yang dapat saya lakukan,yaitu saya mengangkat rok saya..
M : Oh... Lalu apa yang dilakukan pria tadi?
L : Sesuai dengan logika... Dia menurunkancelananya...
M : Oh tidak... Lalu apa yang terjadi kemudian?
L : Hal yang logis bukan, kalau gadis yang mengangkatroknya larinya lebih cepat dari pada lelaki yang berlari sambil memelorotkan celananya... So akhirnyaaku bisa lolos dari pria itu...
:)) just for fun bro..
Posted by
sudyatmika
at
21.32
0
comments
Labels: Senyum
Hukum Truk Sampah
Suatu hari saya dibonceng teman kekampus naik sepeda motor.Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam yang tadi parkir dipinggir jalan,nyelonong tampa lampu sein tepat di depan kami. Teman saya nge-rem mendadak hingga ban motor berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut. Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya &mulai menjerit ke arah kami. Teman saya hanya tersenyum & melambai pada orang orang tersebut. Saya benar-benar heran dengan sikapnya yang bersahabat. Maka saya bertanya, "Kok loe malah senyum2 aja bro? si sialan itu yang salah,kok loe malah diem aja!" Saat itulah saya belajar dari teman saya mengenai apa yang saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah". Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, & seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup. Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati. Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka: Kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak. Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya.
Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.
Posted by
sudyatmika
at
21.02
0
comments
Labels: Cahaya hidup


