06 Juli 2009

Terbanglah bebek kecilku

Bebek bingung nih.. bebek kan udah gede bukan ABG lagi..sudah saatnya bebek mencari pasangan..tapi…pilih berbakti pada orang tua atau ikuti kata hati ya? Bebek gak mau durhaka sama orang tua. Kan orang tua bebek udah susah-susah melahirkan bebek dan merawat bebek sampai sekarang..ya bebek jadi gak tega kalo meninggalkan orang tua dan tidak berbakti pada orang tua. Apalagi kalo bebek pergi, siapa yang merawat orang tua bebek?

Dari situ, bebek jadi kepikiran,...kasihan juga yah si anak, kalau tujuan dia dilahirkan adalah untuk merawat orang tua yang sudah jompo.... AAAaaaaarrghh!!!!..dangkal sekali pemikiran seperti itu sih..
menurut bebek sih,...anak itu gak minta untuk dilahirkan,....malah kecenderungannya, anak itu dilahirkan atas kemauan dan rencana si orang tua.
jadi adalah tidak adil, kalau kemudian beban tanggung jawab akhir malah dijatuhkan ke si anak…

ada yang bilang kalau merawat orang tua itu adalah kewajiban si anak sebagai balasan karena orang tua sudah membesarkannya,....
kalo bebek bilang bener juga sih, benar 1000%, bebek kan gak mau jadi anak yang durhaka, nanti masuk neraka malah jadi bebek panggang lagi..ihhh sereeem… tapi juga kewajiban orang tua untuk membesarkan anak,....sampai dia tumbuh dewasa dan punya sayap yang kuat untuk terbang sendiri,....meninggalkan sarang orang tuanya, untuk kemudian membangun sarang yang baru.....

Bukan artinya bebek anak yang gak berbakti ma orang tua loh, ya.....
Apalagi bebek juga berasal dari asia, yang adat ketimurannya mengajar kita semua untuk berbakti kepada orang tua.
bebek cuman mau memaparkan pendapat bebek,..yang mungkin gak sama dengan pendapat kalian....Kan suatu saat nanti bebek juga akan menjadi orang tua juga, dan punya anak yang mungil seperti bebek sekarang ini..apa nanti bebek tidak akan memperbolehkan anak bebek mencari hidupnya sendiri jika anak bebek sudah dewasa? bebek gak mau jadi orang tua yang cengeng dan egois ahh, tapi bebek mau jadi orang tua yang tegar, mandiri, mencintai anak bebek nanti dengan tulus dan penuh pengertian.

kalau bebek punya anak nanti, bebek gak mau jadi orang tua yang cengeng dan egois ahh, tapi bebek akan jalankan kewajiban bebek sebagai orang tua...
membesarkan dengan penuh cinta dan tanggung jawab....agar anak bebek nanti juga menjadi anak yang penuh cinta, bertanggung dan agar nanti anak bebek akan menyayangi bebek dengan tulus selamanya…
andai anak bebek mau melakukan hal yang sama di saat bebek udah tua nanti, bebek akan senang sekali, tapi bebek gak mau kesepian nanti kalo sudah jadi orang tua..ditinggal anak bebek…..
ahh..masa bebek akan mengurung anak bebek terus disarangnya..kasihan, bebek sendiri juga gak mau menjadi katak dalam tempurung…bebek gak tega kalau sampai begitu sama anak bebek jika anak bebek nanti terbang meninggalkan sarang..mudah mudahan anak bebek mendapatkan pasangan yang juga sayang pada orang tuanya sendiri dan sayang juga sama bebek yang sudah tua nanti..
Cuma itu harapan bebek, jadi bebek walaupun sudah tua tidak kesepian dan selalu dijenguk dan dibantu oleh mantu dan anak bebek.. jika bebek sudah tiada lagi, anak bebek nanti akan bahagia dengan pilihannya sendiri dan selalu bahagia…

ah kok jadi ngelantur jauh amat…tapi bener juga ya.. Berbakti pada orang tua dengan pilihan hidup bebek sendiri..KENAPA TIDAK??..seperti banyak jalan menuju ke roma..
Bebek percaya kok orang tua bebek sekarang orang tua yang penuh pengertian dan cinta..orang tua yang tidak egois.. Bebek bangga punya orang tua seperti orang tua bebek sekarang,mudah mudahan kelak bebek bisa seperti mereka.. ?. Bebek janji akan selalu menjadi anak yang selalu berbakti pada orang tua dan mencari pasangan yang juga penuh pengertian dan cinta pada bebek, juga berbakti pada orangtuanya dan orang tua bebek selamanya..

Jika bisa keduanya, KENAPA HARUS PILIH SALAH SATU?? Kebahagian bebek adalah kebahagiaan orang tua bebek, Kebahagian orang tua bebek adalah kebahagian bebek juga…
Mohon doa restu dan nasihat orang tua bebek, Biarlah bebek terbang mencari sarang baru dan kembali membawa kebahagian untuk orang tua bebek nanti…

03 Juli 2009

Termehek mehek

CINTA

Adalah ketika kamu menitikkan air mata dan MASIH peduli terhadapnya.

Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH menunggunya dengan setia.

Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata 'Aku turut berbahagia untukmu'.


MENCINTAI

BUKANlah bagaimana kamu melupakan..melainkan bagaimana kamu MEMAAFKAN,

BUKANlah bagaimana kamu mendengarkan..melainkan bagaimana kamu MENGERTI,

BUKANlah apa yang kamu lihat..melainkan apa yang kamu RASAKAN,

BUKANlah bagaimana kamu melepaskan, melainkan bagaimana kamu BERTAHAN.


Apabila kamu benar benar mencintai seseorang, jangan lepaskan dia.. Jangan percaya bahwa melepaskan SELALU berarti kamu benar2 mencintai MELAINKAN... BERJUANGLAH demi cintamu Itulah CINTA SEJATI.


Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis, mereka yang tersakiti, mereka yang telah mencari, dan mereka yang telah mencoba.. Karena MEREKALAH yang bisa menghargai betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka.

29 Juni 2009

Perjaka Ting ting

Seorang pemuda desa kuat iman, sampai saat mau meninggal di usia 76 tahun, masih perjaka asli.
Dia pun ingin tulisan di batu nisan sebagai berikut: “Aku lahir perjaka, muda perjaka, tua perjaka, dan mati juga masih perjaka.”
Tukang batu nisan bingung karena tulisannya kepanjangan. Akhirnya ia menulis di batu nisan itu sebagai berikut: “Belum tahu surga dunia”.

28 Juni 2009

Dasar Keledai pandai!


Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai.Dan ia mengajak tetangga-tetanggany a untuk datang membantunya.Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.


Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tan ah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang- guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu.


Sementara tetangga-2 si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga menguncangkan badannya dan melangkah naik.Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri !

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran.Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur'; dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah.Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah !

Bebaskan pikiranmu dari kecemasan dari setiap masalah yang datang menghampiri sehingga kamu tidak terpuruk jauh kedalam permasalahan itu.

(Di kutip dari Milis Blackberry Jatim)

Nasib Vs Takdir

Sebagian orang begitu yakin dengan 'nasib' buruknya, atau 'takdir' nya untuk tidak sukses atau tidak berhasil di bidangnya. Apalagi seolah kalau kita melakukan sesuatu untuk lebih berhasil,lebih bahagia atau lebih sukses dari kondisi kita sekarang, berarti kita 'melawan' takdir atau nasib tadi. Lebih menarik lagi, beberapa orang merasa tidak menginginkan hal-hal lebih baik untuk dirinya, karena menurut mereka 'takdir' nya adalah apa yang sedang mereka jalani dan nikmati sekarang. Bahkan, walau sejarah sudah membuktikan berkali-kali betapa orang-orang tertentu melewati batas normal dan menghasilkan yang luar biasa sekalipun, mereka hanya sampai batas kagum, dan bergumam, "Itu memang sudah 'takdir’nya!"

Coba tanyakan pada diri anda sendiri..Darimana anda tahu bahwa itu 'takdir' anda? Bagaimana anda sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah 'nasib' anda? Bagaimana pula anda yakin mengenai takdir orang lain?

Oke..saya akan ajak anda melihat beberapa kemungkinan….

1. Saya sudah berusaha berkali-kali, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: sudah takdir saya untuk 'tetap' begini.
2. Saya sudah menjalankan beberapa inisiatif, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: saya sudah coba 'semua' cara tapi keadaan tidak berubah, saya sudah ditakdirkan begini.
3. Saya sudah melihat beberapa orang dalam jangkauan peta realita saya yang mirip status atau latar belakang dengan saya, yang tidak berhasil atau ber-'nasib' buruk. Generalisasi sederhana: mereka juga tidak berhasil, saya tidak lebih baik dari mereka!
4. Saya melihat atau mendengarkan betapa di luar sana persaingan dan kompetisi di konteks yang saya geluti semakin sempit dan terlalu banyak orang yang bermain di lapangan yang sama. Generalisasi mudah: saya tidak lebih baik dari mereka yang bersaing, mana mungkin ada kesempatan untuk saya?
5. ...........Anda bisa mengisi sendiri dengan asumsi Anda mengenai kemungkinan lain.

Nah, yang menarik, dari hal-hal di atas, walaupun menyangkut asumsi 'nasib' atau 'takdir', ternyata bentuknya adalah GENERALISASI dari apa yang dilihat, didengar, dialami. Tentu saja, tidak ada satupun kita yang benar-benar mendapatkan 'bisikan' dari Tuhan bahwa 'nasib' atau 'takdir' kita sudah demikian? Tentu saja tidak satupun dari kita 'berbincang-bincang' dengan Tuhan lalu mendapatkan penjelasan langsung dari Tuhan tentang apa yang menjadi 'nasib' kita, bukan? Kita hanya menyimpulkan saja! Kita hanya membuat kesimpulan berdasarkan jangkauan penginderaan kita saja, bahwa itu 'nasib' atau 'takdir' kita.Lalu, Darimana saya tahu 'nasib' saya sebenarnya?

Bagaimana saya tahu 'takdir' saya? Kalau memang saya percaya bahwa saya sudah hidup dalam garis yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, apakah ada cara untuk mengetahuinya?Apakah dari peramal nasib? Apakah dari guratan tangan? Apakah dari tanggal lahir? Apakah dari zodiac? Shio? Atau dari setiap langkah saya? Atau dari setiap kejadian yang saya alami?Atau, apakah saya boleh berasumsi hanya dari pengalaman dan perasaan saya saja? Dan sementara saya mau berasumsi, apakah saya diam, menunggu perkembangan 'nasib', atau saya boleh tetap melakukan sesuatu untuk mencari 'nasib' saya yang sebenarnya? Sampai di mana saya berhenti dan MEMUTUSKAN bahwa itu 'nasib' saya? Bagaimana saya tahu?

BETUL SEKALI manusia punya keterbatasan. Dan dalam terminologi lain, batasan ini bisa serupa dengan asumsi 'nasib' atau 'takdir'. Dan memang, sangat mungkin manusia punya batasan masing-masing atau 'nasib' atau 'takdir' masing-masing. Tapi tidak satupun dari kita yang tahu batasan tersebut. Kita tidak tahu secara pasti batasan kita atau 'nasib' atau 'takdir' kita masing-masing. Kita hanya berasumsi, kita hanya berpersepsi mengenai batasan tersebut, sebatas penginderaan kita saja. Sebatas penglihatan, pendengaran, pengalaman kita saja. Dan, kalau memang kita tidak tahu secara pasti batasan ini, bukankah menarik mencari tahu dengan terus mendaki, naik, berkembang, bertambah baik, pintar, mampu, dan seterusnya? Dan kadang malah mengejutkan diri kita sendiri dengan apa yang bisa kita capai?

Beberapa kita akhirnya berhenti melakukan apapun dan membuat kesimpulan atau asumsi final tentang 'nasib' kita, sementara beberapa tidak pernah berhenti 'mencari' dan terus melakukan apapun. Persamaannya: sama-sama tahu bahwa ada 'batasan' atau ada 'takdir' untuk setiap manusia. Perbedaannya: satu berhenti mencari, satu terus mencari. Ada persamaan satu lagi: di titik KEPUTUSAN tersebut, keduanya sama-sama MEMUTUSKAN mengenai 'batasan'-nya. Yang berhenti MEMUTUSKAN bahwa itulah batasan atau 'nasib' atau 'takdir'-nya, sedangkan yang terus mendaki MEMUTUSKAN bukan itu batasannya atau 'nasib'-nya tidak berhenti di situ.Anda yang mana? Sampai batas mana Anda bersedia terus berjalan? Sampai batas mana Anda bersedia memberikan segalanya?

Hidup ini adalah perjuangan untuk mencapai keberhasilan dan kebahagiaan, walau pada akhirnya Tuhan jualah yang menentukan, namun bukan berarti kita pasrah dan berdiam diri tampa berjuang namun ‘pasrah’ dalam arti menerima dengan lapang dada apapun hasilnya nanti yang kita peroleh sehingga kita tidak akan terpuruk terus dalam penyesalan dan kesedihan namun berintropeksi diri dan akan bangkit lagi mencari cara lain untuk menuju keberhasilan itu.